Tuesday, November 01, 2011

Campur campur

Ketika naik ojek tadi, seketika muncul di pikiran mengenai "ajaran2/kebiasaan2/perlakuan2" yang saya alami dari kecil sampe remaja, yaitu waktu saya tumbuh di lingkungan yang mixed. Saya sebut mixed karena walau saya sampe SMU tinggal di Salatiga yang notabene adalah tanah Jawa, orang tua saya sendiri bukan orang Jawa. Papa saya orang Ambon asli, Ibu saya keturunan Tionghoa dari Nusa Tenggara Timur.
Dibesarkan di lingkungan kultur yang campur-campur ini, banyak sekali kebiasaan2/aturan2 yang diajarkan/diberitahukan kepada saya, yang mungkin bagi sebagian orang terlihat agak "aneh".
Contoh :
- Jangan pernah bilang mau pergi ke suatu tempat yng "penting", jika kamu nggak bisa kesana.
Maksudnya? Hmm, saya sendiri nggak berani njelasinnya :D Interpretasikan sendiri saja.
- Kalau misalnya kamu sudah bilang mau layat seseorang maka kamu harus datang.
- Supaya nggak kena guna-guna pakailah (maaf) celana d*l*m terbalik.
- Kalau kita lagi bertamu terus disuguhi Teh tanpa hidangan lain, itu istilahnya namanya teh
berani.
- Dilarang menjalin hubungan (e.g. pacaran/nikah) dengan orang lain yang masih satu pela
gandong.
- Ning sekolah kowe kudu ngomong Jowo, alasane yo kowe kan wong Jowo. Yen kowe Jowo yo
ngomongo Jowo. Ini yang rada membekas waktu awal - awal SMP. Soalnya saya nggak terlalu
fasih bahasa Jawa waktu itu. Sekarang sih boleh diadu medhok dengan siapapun. Asal bukan bahasa Krama
aja hehehe.
- Jangan makan sambil berdiri.

Sempat juga merasakan hal-hal yang sedikit rasis waktu masih kecil. Anak pribumi suka mem-bully anak keturunan Tionghoa dengan memanggil Cino. Walau bukan saya yang jadi target, pengalaman tsb cukup membekas ya karena Mama saya Chinese. Waktu tahun 1998, pas Indonesia lagi mencekam dengan serangkaian kerusuhan di berbagai daerah, Mama berpesan kepada saya, kalau saya ditanya apakah kamu China, jawab tidak. Walau sebenernya saya juga merasa gak bakal ditanyain seperti itu karena wajah saya gak China2 amat karena pengaruh gen Papa saya kali ya :P .

Berkumpul dengan saudara-saudara juga menjadi sedikit aneh, kalau kumpul dengan keluarga Papa, mereka pernah bilang, wah ini bukan Ambonn, berhubung logat saya SUPER MEDHOK. Bahkan 4 tahun di Bandung, 2 tahun di Jakarta, 3 tahun di Belanda pun tidak sanggup merenggut kemedhokan saya. Kadang-kadang kurang percaya diri dengan medhok ini :P seems not cool :P ! Oh ya sekedar info, kalau anda ingin mengetes kemedhokan seseorang, mintalah dia untuk mengucapkan kata berikut: "Abdul Kadir". Perhatikan betapa njeder ndhewer ndhewer ketika dia mengucapkan "dul" dan "dir"

Btw, kalau berkumpul dengan keluarga dari Mama juga begitu, kayak beda sendiri, yang lain pada putih-putih, rambut lurus sedangkan saya kulit coklat,rambut berombak.

Alhasil saya selalu bingung kalau ditanya, kamu orang mana? Mau jawab Ambon tapi kok medhok, Mau jawab Jawa tapi ya nama saya ga ada Jawa2nya sama sekali... Nasib campur-campur :P

No comments: